Wednesday, March 21, 2012

Mencari jejak yang hilang






Jika kita adalah orang yang suka berinteraksi degan dunia maya, khususnya jaringan sosial sepeti facebook dan twitter tentu kita sering membaca status orang lain.
Berbagai macam status yang menggambarkan luahan hati, aktivitas dan apa yang dipikirkan setiap orang. Persis seperti yang tertulis diwall facebook kita: “Apa yang anda pikirkan..!!
Entah berapa banyak status yang kita baca dalam sehari dengan berbagai warna warninya. Namun dari sekian banyak status yang terbaca, ada sebuah status yang terkadang membuat saya sering tertegun jika membacanya: “Apakah sih arti hidup ini..? Untuk siapa sih kita hidup..?


Mungkin terkesan biasa dan sederhana, namun pernahkah terbesit dalam benak kita tentang jawaban dari pertanyaan diatas..?? sedikit mengerutkan dahi, memutar otak, menelaah dan mengkaji untuk mencari jawaban dari pertanyaan tersebut..? karena ternyata banyak orang yang justru bingung tetang tujuan keberadaannya dimuka bumi ini. Tidak memahami tentang tujuan eksistensinya didunia. Buktinya, status seperti ini sering nongol diwall facebook kita.


Sebenarnya pertanyaan diatas bukanlah sebuah hal yang baru hadir dimasa sekarang, tetapi dia adalah lagu lama yang telah lama bersenandung sejak awal penciptaan jagad raya dan akan terus menggema hingga saat terakhir dari dentingan detik kehidupan ini. Terus dan akan terus menggema seolah mencari sebuah jawaban yang pasti.
Yah, sebuah pertanyaan yang begitu membingungkan banyak orang,  menggelayuti pikiran para ahli Filsafat yang jauh dari cahaya petunjuk dan wahyu ilahy, sehingga yang lahir kemudian adalah teori sesat yang menenggelamkan diri mereka dan juga orang lain.

Seorang Ahli Filsafat Aflaton datang mencoba memberikan jawaban untuk pertanyaan ini dengan mengandalkan kwalitas otaknya yang didibatasi oleh dinding-dinding kelemahan. Kelemahan yang kemudian melahirkan sebuah jawaban yang tiada bermakna.


Ia mengatakan bahwa Tuhanlah yang telah mencipakan alam ini dan segala isinya, namun sayang Dia kemudian melupakan ciptaanNya. Sebagai bukti, kita mendapati tidak adanya keseimbangan pada alam dan hilangnya kedamaian didunia ini, dimana terjadi banyak kekacauan, kehancuran dan munculnya permusuhan yang tiada berujung antar sesama manusia. Maha besar Allah dari hal tersebut.


Namun, jawaban tiada makna yang lahir dari otak yang serba lemah tersebut terbantahkan oleh firman Allah yang telah menciptakan alam semesta.
“Dan tidaklah Tuhanmu adalah pelupa..” (Qs. Maryam: 64).

Kemudian hadir kambali seorang ahli Filsafat lain, Karl Marx mengusung sebuah jawaban yang juga tidak lebih berharga dari jawaban yang pertama. Dia mengatakan bahwa, tujuan Tuhan menciptakan alam semesta beserta segala isinya tidak lebih dari sekedar ingin bermain-main dan bukan untuk suatu tujuan yang agung. Tidak lebih dari itu. Maha suci Allah dari segala tuduhan keji itu.


Seperti halnya dengan nasib jawaban pertama, maka jawaban rendahan inipun sekali lagi terbantahkan oleh firman suci Allah. Sang Pencipta. Sebuah firman yang akan selalu kekal untuk membantah segala bentuk pemikiran yang senada dengan ini hingga akhir zaman.


“Dan tidaklah kami menciptakan langit dan bumi serta segala yang berada diantara keduanya dengan tujuan main-main. (Qs. Ad-dukhan: 38).

Sementara itu, jauh dilorong kesesatan terdengar suara lain yang sedang tenggelam dalam ketidakpastian tentang jati dirinya. Suara yang diwakilkan dalam beberapa rangkaian kalimat syair.
Diriku telah hadir, namun darimana asalku, aku tak tahu.. tapi aku ada.
Kedua kaki ini telah melihat sebuah jalan membentang, kemudian mulai bergerak melangkah membawaku..
Kakiku akan terus meniti jalan ini, terus melangkah suka ataupun tidak..
Bagaimana aku datang, bagaiman aku menemukan jalan ini…
Aku tak tau… entahlah..


Akhirnya,
hanya insan yang mengenal penciptannya dan menghiasi jiwanya dengan kemurnian akidah yang mampu menjawab pertanyaan ini dengan baik dan sempurna. Akidah murni yang bermuara pada pemahaman yang baik terhadap konteks syariat. Jawaban abadi itu tertera dalam Firman Allah Subhanahu wa Ta ‘ala:

“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk menyembah kepadaku. (Qs: 56)


Itulah tujuan agung dari penciptaan makhluk dimuka bumi ini. Tujuan terbesar dari keberadaanmu. Jawaban dari pertanyaan yang muncul difacebook kita.yah, tujuan agung itu adalah merangkai setiap dentingan detik kehidupan dalam rangka menggapai keridhaan Sang Pencipta demi merengkuh kebahagiaan dunia dan akhirat.




Jika menelaah lebih jauh dalam kehidupan manusia, kita akan menemukan bahwa karakter kejiwaan manusia memang sudah didesain dalam keadaan lemah dan selalu membutuhkan kepada sesuatu yang bisa dijadikan sandaran untuk meminta dan berkeluh kesah. Karena kelemahan itu pula, maka sejak dahulu manusia senantiasa mencari sesuatu yang memiliki “kekuatan” diluar nalarnya yang kemudian disebut Tuhan. Terlepas apakah Tuhan itu benar ataukah batil, berhak disembah atau sebaliknya harus dimusnahkan.


Manusia memang diciptakan untuk menjadi penyembah. Tidak ada seorangpun yang tidak memiliki sembahan. Dan tidak jarang sesembahan tersebut lebih dari satu. Bahkan orang yang tidak mengakui eksistensi Tuhan dan agama sekalipun sebenarnya juga memiliki tuhan. Tuhan itu adalah nafsu mereka sendiri. Maka wajar bila dalam bahasa arab, manusia disebut ‘abdun yang artinya hamba penyembah.


Imam Ibnu Khuzaimah dalam kitab Tauhidnya meriwayatkan bahwa pada suatu hari Rasulullah Sallahu Alaihi wa Sallam bertanya kepada seorang bernama Tsauban:
Berapa Tuhan yang engkau sembah..?
Dia menjawab: Tujuh, satu dilangit dan enam dibumi.
Jika engkau ditimpa kesulitan dan musibah tuhan yang manakah yang engkau seru..?
Orang itu menjawab: “ Biasanya aku memohon kepada Tuhan yang langit dan Dia yang selalu mampu menyelamatkanku..”
Rasullah Sallahu Alaihi wa Salam kemudian bersabda: “ Jika demikian sembah dan mintalah hanya kepada tuhan yang dilangit dan tinggalkan tuhan-tuhan selainnya..!


Luar bisa, orang itu tidak hanya satu tuhan tetapi tujuh tuhan. Walau akhirnya, tinggallah Allah yang menjadi Tuhan yang berhak mendapatkan segala bentuk pemuliaaan dalam bentuk ibadah tulus.


Selain itu ada manusia yang menjadi hamba dunia dan pengagumnya. Membiarkan dirinya menjadi penyembah segala keindahan perhiasan dunia yang fana lagi menipu. Baginya semua itu laksana tuhan, segala yang dilakukanya hanya untuk meraih dunia. Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam Bukhari menceritakan tentang keadaan mereka. Rasulullah Sallahu Alaihi wa Sallam menggambarkan:
“ Celakalah hamba dinar, Celakalah hamba dirham..!


Dalam kehidupan kita mendapati begitu banyak hal yang dijadikan tuhan. Seperti contoh, orang sering berkomentar tetang negara india, bahwa disana tidak ada lagi benda yang tidak disembah. Bahkan banyak hal yang tidak terbesit didalam pikiranpun.


Dan fenomena yang paling mengkhawatirkan adalah munculnya sebagian manusia yang juga ingin disembah. Melupakan tabiatnya sebagai penyembah dan mengangkat dirinya sebagai tuhan yang disembah. Merampok dan tamak terhadap hak-hak Tuhan Rabbul Alamin kemudian mengharuskan manusia untuk menyerahkan kepatuhan mereka seperti penghormatan kepada Tuhan yang hakiki.


Sejarah mencatat banyak cerita tentang kekurang ajaran jenis manusia seperti ini, namun yang paling menggegerkan adalah kisah Fir’aun ketika mengikrarkan diri sebagai Tuhan dengan kalimat kufurnya yang diabadikan dalam Alquran: “Aku adalah Tuhan kalian yang maha Tinggi..”
hingga khirnya, Allah yang Maha kuasa atas segalanya mengahancurkan segala bentuk kecongkakannya dengan menenggelamkannya. Bahkan dengan hikamahNya Allah tetap menjaga jasadnya hingga hari ini agar menjadi pelajaran bagi generasi selanjutnya. Sekali lagi Allah membuktikan bahwa Dialah Tuhan yang berhak memeliki segala kesombongan dan kemuliaan.


Jiwa yang masih memiliki fitrah yang suci lagi jujur akan mengakui dengan segenap kebesaran hatinya bahwa sesungguhnya islam, agama agung ini datang untuk menghancurkan segala bentuk penghambaan kepada selain Allah. Memurnikan aqidah dan ibadah hanya untuk Allah semata.


Dikisahkan dalam peperangan Al-Qadisiyah, sebuah peperangan yang mempertemukan antara pasukan kaum muslimin dan Romawi, Sa’ad bin Abi Waqqas sebagai panglima tentara kaum muslimin mengutus Rib’ie bin ‘Amir untuk menemui Rustum, panglima perang Romawi atas permintaannya untuk berdialog.
Ketika telah berhadapan, Rustum bertanya:
“ Apa tujuan kalian datang kemari..?
Dengan suara lantang Rib’ie bin ‘Amir menjawab: “ Sesungguhnya Allah telah mengutus kami untuk membebaskan siapa saja dari segala bentuk penghambaan terhadap sesama manusia kepada penghambaan kepada Tuhan pencipta manusia. Dan membebaskan manusia dari kesempitan dunia kepada sebuah kemerdekaan, serta menyelamatkan manusia dari kekejaman agama lain, menuntun mereka kepada keadilan islam..!!


Kala kita menyebut kalimat “menyembah”, mungkin ada sebagian orang yang akan menolak bahwa mereka dikatakan menyembah manusia atau lainnya. Karena tidak memahami makna hakiki dari sebuah penyembahan.


Perhatikan kisah berikut..!
Pada suatu hari, ketika Rasulullah Sallahu alaihi wa Sallam membacakan firman Allah dalam Alquran:
“ Dan sesungguhnya mereka ( Orang Nashrani dan Yahudi ) menjadikan Pendeta dan Rahib-Rahib mereka sebagai tuhan-tuhan selain dari Allah.” Sahabat ‘Adi bin Hatim -Radhiallhu anhu- yang dahulunya adalah seorang penganut Nashrani berdiri dan berkata: Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tidak pernah menyembah mereka sebagaimana yang disebutkan..!!


Mendengar pernyataan itu bagindapun bertanya:
“ Bukankah mereka menghalalkan sesuatu yang diharamkan Allah kemudian kalian membenarkan dan mematuhi mereka..??
Bukankah mereka juga mengaharamkan apa yang Allah halalkan kemudian kalian menyetujui dan melakukannnya..??
Hatim menjawab: “Benar ya Rasulullah..!
Maka Rasulullah Sallahu alaihi wa Sallampun bersabda: “Itulah bentuk penyembahan kepada mereka..!


So, makna menyembah yang kerap hadir dalam benak kita, seperti harus ruku atau sujud ternyata tidak sama dengan makan yang dimaksudkan syariat. Dalam persepsi syariat hal itu memilki makna yang jauh lebih luas.


Alhasil, jika kita adalah seorang yang memiliki jawaban yang bijak tentang pertanyaan diatas, maka bersyukurlah pada Allah atas kasih sayangnNya. Bersyukur karena kita mengenal dan memiliki Tuhan yang Maha Sempurna, yang berhak mendapatkan segenap penghambaan kita. Karena sikap terlalu pede dengan kwalitas logika, membiarkannya terlau bebas berkreasi tanpa berpedoman pada dasar tiang kokoh yang berasal dari sisi Rabbul ‘Izzah sering menggiring sipemikir dan orang lain kepada kesengsaraan dunia dan akhirat.
Wallahu ‘a’lam.


Saifullah Zain
seif_zain@yahoo.com




Rabu, 22 maret 2012.

No comments:

Post a Comment