Wednesday, April 25, 2012

Mimpi





Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia
berlarilah tanpa lelah, sampai engkau meraihnya.
bebaskan mimpimu diangkasa, warnai bintang dijiwa.
jangan berhenti mewarnai jutaan mimpi dibumi.

Menarilah dan terus tertawa, walau dunia tak seindah surga.
bersyukurlah pada Yang Kuasa, cinta kita didunia.
selamanya…


Manusia hidup dengan menyulam mimpi. Sebuah impian betapapun kecilnya, adalah oase yang mampu melahirkan kekuatan untuk tidak menyerah pada resiko dari sebuah pilihan dalam hidup. Yah,  kita dapati didalam kehidupuan ini berbagai pilihan, dan semua pilihan selalu bergandengan mesra dengan konsekwensinya. Maka impian adalah salah satu taktik bertahan ditengah kesempitan yang menghimpit, sekaligus seni mendobrak kebuntuan, bahkan ketika berhadapan dengan kebuntuan seperti batu cadas gunung yang paling keras sekalipun.
Mimpi dan harapan adalah sebuah sumber kekuatan yang luar biasa. Namun kita juga harus waspada dengan tipu dayanya. Sebab ada impian yang sebenar-benar impian, tapi ada pula impian yang sekeda biasan maya. Impian hakiki adalah tatkala ia kita gantungkan pada Dzat Yang Maha Kuat yang Maha memiliki segala  kekusaan untuk mewujudkan sebuah mimipi dan mengabulkan setiap harapan.

Sementara impian yang disandarkan kepada selainNya, adalah impian semu tak berujung. Impaian yang hadir sekedar menemani tidur malam kita. Maka  kepada siapa kita menggantungkan harapan…??
Jawaban dari pertanyaan ini adalah cermin dari hati kita. Pengungkap biasan jiwa kita.

Seorang mukmin sejati akan menggantungkan simpul impiannya hanya kepada Tuhan Seru Sekalian Alam yang maha sempurna, Dzat yang tidak akan pernah mengecewakan mereka yang mau berharap hanya kepadaNya. Sementara manusia yang berjiwa kerdil akan mencari sarang laba-laba sebagai tempat menggantungkan segala impiannya. Sarang paling rapuh sebagaimana yang disebutkan Alquran.

Sekali lagi, Impian dan harapan adalah sebuah kekuatan. Disana ada cerita tentang seorang pendosa yang rela menempuh jarak yang teramat jauh karena mengimpikan akan adanya seberkas sinar ampunan dan secerah cahaya rahmat allah disana, dinegeri seberang. Berlari sekencang-kencangnya meninggalkan  segalanya kekelaman, menyelamatkan jiwa lemah yang masih tertatih untuk kembali bisa berdidi setelah sebelumnya telah dikoyak dan digerogoti ulat-ulat kemaksiatan.

Sedangkan dalam lembaran-lembarannya yang lain, sejarah mencatat dizaman Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam, beberapa orang anak yang belum lagi baligh "nekat dan memaksa" untuk ikut berjihad dijalan allah demi menggapai sebuah impian agung lagi indah, mencium aroma harum syurga.

Bila dicermati kembali, jauh-jauh hari kita telah diajarkan bagaimana meminta. Jika ingin meminta surga mintalah Firdaus, surga yang berada ditingkatan tertinggi. Rahasianya, agar seseorang menyiapkan mentalnya, mengobarkan semangat berlipat untuk meraih impiam teridah. Ingat, keseriusan dan kesungguhan seseorang untuk meraih sebuah impian sangat ditentukan oleh besar-kecilnya sebuah impian itu sendiri.

Impian adalah semangat. Pengaruhnya begitu dahsyat. Ia bisa menguatkan kakek tua yang renta, ia bisa membuat kaya si miskin, ia pun bisa membuat cerdas si bodoh. Ia bisa membuat cool dan gaul si pemalu dan si kuper. Harapan yang terpatri dalam jiwa, semoga harapan yang tertuju padaNya jua yang akan membuat kita terus menegakkan kepala diantara badai ujian yang terus menyapa.

Allah memang maha pengasih. Untuk memiliki impian, manusia tidak perlu berpikir soal modal. Kita hanya butuh waktu. Yah, modal itu adalah waktu. Itulah tempat diletakkan sebuah ujung sebuah harapan dan impian. Selama masih ada waktu, kita masih boleh merangkai mimpi. Selama mentari pagi masih menyapa, selama itu pula simbol cita-cita dan mimpi harus selalu terpancang, tak boleh pupus. Selama masih ada waktu yang tersisa selama itu pula mentari harapan kan selalu terbit menyapa kita dengan senyumnya.

Kala membuka mata disubuh hari yang mendamaikan, setelah menitipkan jiwa dan hati sejenak kepada pemiliknya, bersyukurlah..!!
Karena kita masih memiliki kesempatan untuk merangkai impian. Allah Yang Maha Kaya lagi Pemurah telah menyediakan waktu bagi kita dengan cuma-cuma.

Mahatma Ghandi pernah berkata:
“ Jika anda kehilangan emas, berarti anda kehilangan sesuatu yang begitu berharga. Jika anda kehilangan kehormatan diri, berati anda telah kehilangan sesuatu yang tidak dapat ditakar dengan harga. Namun, jika anda kehilangan impian dan harapan dalam hidup, berarti anda telah kehilangan segalanya..!!

So, jauh disana, didalam lorong hati kita, masih adakah seberkas cahaya tekad untuk memanfaatkan waktu yang ada demi menggapai impian dan cita-cita kita..? Impian sejati seorang mukmin, menggapai kebahagiaan didunia dan bersanding dengan para bidadari disurga kelak..??
Jika ya, maka sucikan dan pujilah nama Tuhanmu, karena sesungguhnya hidup dan kehidupan ini masih bersama kita.
Mumpung masih ada waktu..



Saifullah Zain
seif_zain@yahoo.com




Rabu 25 april 2012

Monday, April 2, 2012

" Laa Adri..!!


Suatu malam dalam majelisnya, setelah menyampaikan pengajian umum – Karena saat itu adalah hari-hari menjelang puncak pelaksanaan ibadah haji,  maka pengajian Sunan Tirmidzi dihentikan  beberapa waktu- Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad Al Badr –Hafidzahullah- ditanya oleh seorang jamaah pengajian melalui secarik kertas yang dibacakan oleh muridnya. Soal itu berbunyi:


Saya memiliki sebuah usaha berupa menyediakan tempat permainan billyard. Dan tempat permainan ini banyak dikunjungi, khususnya para anak muda. Pertanyaan saya, apakah hukum dari hasil usaha tersebut..?!


Setelah terdiam sejenak, beliau menjawab: “ Laa Adri..!!
Beberapa saat kemudian beliau bertanya kepada muridnya tentang bentuk dari permainan yang bernama billyard tersebut. Sang muridpun mencoba menjelaskan bahwa permaianan tersebut berupa tongkat kayu yang digunakan untuk mendorong beberapa bola kecil yang diletakkan diatas sebuah meja dan memiliki enam buah lubang disetiap sisinya dan seterusnya.
Walaupun sang murid telah menjelaskan namun sepertinya belum bisa memberikan gambaran yang jelas bagi Syaikh Abdul Muhsin Al ‘Abbad sebelum beliau memberikan sebuah Fatwa. Sebuah Fatwa yang akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah Subhanahu wa Ta Ala.
Alhasil, jawaban dari pertanyaan tersebut adalah, “ Laa Adri “.


Bagi murid-murid beliau yang sering duduk dalam majelisnya, jawaban seperti ini bukanlah sesuatu yang aneh, bahkan tidak jarang terdengar. Sebuah jawaban dari salah seorang ulama paling senior dikota Madinah yang sudah mulai mengajar didalam masjid Nabawi sejak bertahun-tahun. Senioritas, kebesaran nama, keluasan ilmu tidak menghalangi beliau untuk mengatakan " Laa Adri ".


Jika kita ingin menelaah, sebetulnya bukan hanya jawaban itu yang perlu diperhatikan, namun ada sebuah tujuan mulia yang ingin dijarkan kepada murid-muridnya, para penuntut ilmu yang dikemudian hari juga akan ditanya.
Meneladankan sikap berhati-hati untuk tidak serta-merta memberikan sebuah jawaban tanpa memahami dengan sempurna maksud dari sebuah pertanyaan. Apapun Alasannya. Ingat, agama ini milik Alah dan RasulNya, dan bukan milik manusia. Bukankah dalam sebuah Kaidah dikatakan: “Alhukmu ‘ala syaiin, Far’un ‘an tasawwurihy “. Artinya, Sebuah hukum sangat bergantung kepada esensi dari masalah itu sendiri.


Kala membaca sirah para ulama terdahulu, kita akan menyimpulkan bahwa mereka begitu memperhatikan hal ini dengan senantiasa mengingatkannya kepada murid mereka dalam majelis-majelis ilmu.

Diantara pesan itu: “ Ajarkan kepada murid-murid kalian kalimat “ Laa Adri “, karena sesungguhnya kalimat itu adalah sepertiga dari ilmu “.
Dalam sebuah majelisnya Syekh Muhammad Mukhtar Asy-Syinqity - Hafidzahullah- berpesan:
“ Tidaklah seseorang ditanya tentang sebuah masalah yang tidak diketahuinya lalu dia mengatakan “ Laa Adri” kecuai jawaban itu akan menuntunnya untuk selalu mencari dan belajar. Dan tidaklah seseorang yang selalu menjawab setiap pertanyaan walaupun tanpa ilmu, kecuali sikap itu akan menggiringnya menuju kebinasaan “.

Jika menyimak kisah perjalanan hidup Imam Malik bin Anas -Rahimahullah-, Imam Daarul Hijrah, salah seorang ulama madzhab yang dikatakan bahwa beliau tidak keluar meninggalkan kota madinah, kecuali untuk haji dan umrah, maka kita akan menemukan bahwa kepribadian beliau adalah salah satu teladan terbaik, indah nan anggun dalam masalah ini. Mari kita simak sebuah kisah berikut.

Pada suatu hari berjalanlah seorang lelaki dari Yaman menuju Madinah Al Munawarah. Dia rela menempuh perjalanan yang begitu jauh lagi melelahkan tersebut dengan tujuan menanyakan sekitar empat puluh pertanyaan kepada Imam Malik bin Anas. Mengingat dizaman itu, beliau adalah salah satu ulama paling tersohor keilmuannya. Begitu berhadapan dengan Imam Malik dia mulai memaparkan pertanyaannya satu-persatu. Namun, terjadi satu hal tidak terduga sebelumnya dalam benaknya. Ternyata hanya beberapa pertanyaan saja yang mendapatkan jawaban, sementara sebagian besarnya hanya mendapatkan ungkapan “ Laa Adri “..!!

Sontak saja, lelaki tersebut melakukan protes. “ Mana Imam Malik yang dikatakan berilmu luas, masa’ hampir semua pertanyaan saya tidak mendapatkan jawaban darinya..??!
Mendengar ungkapan itu sang Imam mencoba memahamkan bahwa, memang dia tidak mengetahui jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Apakah dia harus membuat-buat jawaban sendiri demi kepuasan lelaki tersebut semantara jawaban dari pertanyaan itu berhubungan dengan agama Alah..?!”

Beliau juga berpesan kepada lelaki tersebut:
“ Jika mau, engkau boleh mendatangi pasar dan mengumumkan pada khlayak ramai bahwa Malik hanya mampu menjawab: “ Laa Adri..!!

Bukan merupakan sebuah aib ketika seorang alim tidak mengetahui tentang suatu hukum. Disebut " Alim " bukanlah berarti harus mengetahui segala hal. Justru yang akan menjadi sebuah khilaf dan aib ketika kita berani mengeluarkan sebuah pendapat tanpa berdasarkan pada sebuah ilmu yang dapat dipertanggung jawabkan. Apalagi jika hal tersebut berhungan dengan agama Allah dan RasulNya. Maka ketika kita menjawab dengan ungkapan “Laa Adri ”, maka sesungguhnya dengan kalimat itu kita telah menyelamatkan diri kita dari kebinasaan dan siksa neraka.


Gengsi, sombong dan hati yang tidak ikhlas adalah faktor terbesar yang akan menjadi penghalang bagi setiap orang yang yang disebut “ Alim “ untuk mengatakan “ Laa Adri”.
Semakin tersohor nama seorang alim dikalangan masyarakat, akan semakin sulit baginya untuk mengucapkan " Laa Adri " jika ditanya. Hanya mereka yang memiliki hati yang takut kepada hak Tuhannya dan ikhlas serta berjiwa besar  yang mampu mengucapkan kalimat itu didepan masyarakat yang sudah terlanjur mengaguminya.

Saya sengaja menukil kisah Ulama sekarang agar orang menyadari bahwa kisah teladan yang begitu harum semerbak mewangi mengiringi sejarah perjalanan ulama bukan hanya milik ulama terdahulu dan bukan hanya sebuah dongeng. Profil kepribadian luhur itu tenyata adalah sesuatu yang nyata dan masih hadir ditengah-tengah kita untuk ditularkan yang tercermin dalam sikap dan akhlak ulama yang masih bercengkarama dengan kita saat ini. Maha Suci Allah untuk itu.
Salah seorang murid Imam Malik bertutur:
“ Sesungguhnya kami belajar dari akhlak imam Malik lebih banyak dari ilmunya “.

Kita lebih memerlukan kepada keindahan akhlak yang terpancar dari sebuah sumber airmata ilmu walaupun sedikit, daripada ilmu yang banyak namun tidak lebih dari penghias sebuah logika.
So, kadang kita harus menegakkan kepala, menyampingkan sebuah  gengsi untuk bisa mengucapkan 'Laa Adri, alias saya ga tau.."


Semoga Allah berkenan menjaga mereka dalam kebaikan dan membalas segala rajutan keikhlasan mereka segala keindahan janjiNya. Amien.

Wallahu A’lam.


Saifullah Zain.
seif_zain@yahoo.com



Senin, 02 April 2012

" Bintang Jatuh "



Langit yang cerah dimalam hari dengan dipenuhi bintang selalu melahirkan suasana yang begitu indah. Begitu menakajubkan. Bagi sebagian orang , katanya terasa lebih romantis.Menyimpan begitu banyak misteri. Apalagi jika kita berada didaerah pedesaan yang jauh dari hiruk-pikuk cahaya lampu. Pasti indanya lebih menyihir.


Pada saat seperti ini, tidak jarang kita akan melihat “bintang jatuh” dan biasanya akan terlihat sangat jelas. Dalam masyarakat kita terdapat sebuah asumsi bahwa pada saat bintang jatuh, doa seseorang akan dikabulkan. Maka jangan heran akan banyak orang yang akan berdoa ketika melihat bintang jatuh atau menyuruh orang yang melihatnya untuk berdoa. Namun yang menjadi pertanyaan, apakah asumsi itu benar adanya..??

Semua ciptaan Allah selalu menakjubkan dan bintang adalah salah satunya. Sebuah ciptaan yang begitu besar namun juga begitu indah. Maka tidak mengherankan jika sejak zaman dahulu kala, manusia begitu mengagumi dan memuja bintang. Bangsa Romawai adalah salah satunya, banyak diantara bintang yang kemudian dijadikan tuhan selain Allah. Bahkan konon, sebagian nama planet yang kita kenal sekarang adalah sebagian dari nama-nama tuhan tersebut. 


Seperti halnya bumi, bintang-bintang yang terlihat indah merupakan planet-planet yang membentuk sebuah sisitem galaksi teramat detail dan rumit yang hanya ketahui sepenuhnya oleh penciptanya, penjaga kesimbangannya dan pemeliharanya, Allah Subhanahu wa Ta ala. Semua itu agar manusia mau berpikir kemudian menyadari bahwa dirinya bukanlah apa-apa dibandingkan ciptaan Allah yang lain. Dan juga mengakui bahwa segala sesuatu yang ada dialam ini tidaklah hadir dengan kebetulan, tetapi semuanya  telah diciptakan dan diatur dengan sedemikian indah oleh Dzat yang Maha Kuasa yang berhak untuk disembah.


Dalam Alquran Allah menjelaskan tentang beberapa manfaat dari keberadaan bintang.
Adapun fungsinya pertama adalah sebagai tanda atau petunjuk arah bagi manusia ketika meraka dilautan ataupun didaratan. Mungkin kita berpikir bahwa itu adalah cara kuno. Cara nenek moyang kita yang belum mengenal tekhnologi. Gaya zaman batu.  Tapi sebetulnya sampai hari inipun banyak nelayan yang lebih mempercayai letak bintang sebagai penunjuk arah dari pada kompas.
Jika kita tanyakan pada para nelayan, pasti mereka lebih memahami fungsi dari bintang yang satu ini.
Sehubungan dengan ini Allah berfirman:

Dan Dialah yang menjadikan bagi kalian bintang-bintang  agar kalian menjadikannya sebagai petunjuk dalam kegelapan darat dan laut. Sesunguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui ” ( Qs Al an’am: 97 ).

 
Kedua, bintang diciptakan sebagai penghias langit malam yang menjadikannya semakin indah. Karena langit tanpa bintang sering menambah kekelaman sebuah kegelapan malam.
Fungsi ketiga adalah sebagai anak panah yang akan mengejar dan membunuh setan-setan suruhan para dukun yang berusaha mencuri berita dari langit.
Untuk kedua hal ini Allah menjelaskannya dalam sebuah ayat.

“ Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit dengan bintang-bintang dan kami menjadikan bintang-bintang itu sebagai alat pelempar syaitan dan kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala “ (Qs. Almulk: 5 ).


Sehubungan dengan fungsi bintang yang telah disebutkan, Imam Bukhari dalam kitab shahehnya menukil perkataan seorang ulama tafsir terkemuka yaitu Imam Qatadah –Rahimahumallah-.

 Sesungguhnya  Allah menciptakan bintang-bintang untuk tiga tujuan. Sebagai perhisan bagi langit, sebagai alat pelempar setan pencuri berita langit dan sebagi petunjuk arah dalam kegelapan.
Imam Qatadah melanjutkan: “ Dan barang siapa yang menambahkan fungsi bintang selain dari ketiga fungsi diatas, maka dia salah dan telah berani memberi  sebuah kesimpulan dari sesuatu yang tidak diketahuinya “.


Tapi, ko’ bintang dibuat ngelempar setan..?? Yupz, itu adalah salah satu fungsi dari bintang.
Perhatikan silsilah mata rantai makar berikut:
Jika seorang Dukun ingin mengatahui sebuah berita gaib yang ditanyakan kepadanya maka, si Dukun akan memerintahkan jin peliharaannya untuk mencari berita tersebut. ( Karena memang dukun adalah manusia biasa yang tidak mengetahui hal gaib, kalau ga’ percaya coba tanya ama dia kapan dia bakalan celaka..??).


Caranya, jin tersebut akan bahu-membahu bersama teman-temannya yang lain hingga mencapai langit kemudian mendengarkan obolan para malaikat. Untuk dipahami bahwa, jika Allah akan memutuskan sebuah perkara yang akan terjadi, Dia akan menghabarkannya kepada malaikat kemudian kabar tersebut akan menjadi bahan pembicaraan diantara mereka. Nah, dari obrolan itulah para jin yang ditugaskan oleh dukun tadi mencuri dengar berita tersebut kemudian disampaikan kepada jin yang berada dibawahnya hingga sampai pada si dukun.


Maka wajar bila Rasulullah Sallahu alaihi wa Sallam mengatakan bahwa berita yang sampai kepada si dukun sembilanpuluh sembilan salah dan hanya satu yang benar. Karena bisa jadi berita tersebut sudah ditambah, dikurangi atau malah ditukar sekalian, walaupun kemungkinan ada benarnya.


Nah, dalam proses pencurian itulah terjadi proses pengaman langit dari para jin suruhan dukun berupa lemparan api yang mengejar dan membakar mereka yang kemudian kita kenal dengan “ Bintang Jatuh”.


Dalam surat Jin, Allah menceritakan keadaan pengaman langit sebelum dan sesudah Rasulullah Sallahu Alaihi wa Sallam diutus.

“( Para jin berkata): “Dan sesungguhnya kami telah mencoba mengetahui rahasia langit, maka kami mendapatinya penuh dengan penjagaan yang rapat dan panah-panah api. Dan sesungguhnya, dahulu kami dapat menduduki beberapa tempat dilangit untuk mendengarkan ( berita-beritanya ), namun sekarang siapa yang ( mencoba ) mendengarkan beritanya tentu akan menjumpai panah api yang selalu mengintai ( untuk membunuhnya) “. ( Qs. Jin: 9-10 ).


Menyangkut dua ayat diatas, para ulama mengatakan bahwa kejadian “ Bintang jatuh “ disaat Rasulullah Sallahu Alaihi wa Sallam diutus lebih sering terjadi ketimbang zaman sebelumnya. Hal itu disebabkan karena Allah Subhanahu wa Ta ala sangat menjaga setiap wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah sehingga tidak terdengar oleh para jin sebelum tiba kepada baginda Rasul sendiri. Efek dari penjagaan langit yang super ketat ini adalah semakin seringnya terjadi proses bintang jatuh. Hal ini sebagaimana diakui oleh para jin dalam dua ayat surat Jin diatas.


So, Jika kita masih mengangap bahwa saat “ Bintang Jatuh” adalah waktu Mustajabah sebuah doa, berarti  kita salah. Dan asumsi itu sendiri tidaklah benar adanya. Syariat telah memaparkan waktu mustajab sebuah doa dengan sangat gamblang.
Waktu diantara azan dan iqamat, pada saat sujud, ketika sedang bermusafir, sesaat menjelang berbuka puasa, saat penghujung setiap shalat. Ini semua adalah beberapa waktu mustajabah tersebut. Daripada harus menunggu bintang jatuh untuk berdoa, lebih baik kita manfaatkan waktu-waktu tersebut untuk meminta.


Semoga kita senantiasa dituntun kepada jalan orang-orang yang diridhoi dan bukan kepada  jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat. Amin.
Wallahu A’lam.


Saifullah Zain
seif_zain@yahoo.com



Senin, 02 april 2012.